Wira
3 min readMay 9, 2024

Ini cerita Prabu dan Kailas, namun dalam narasi ini adalah sudut pandang Prabu tentang Kailas.

Prabu's POV

Pagi ini aku berjalan lesu sambil menaiki bus umum, mencari bangku kosong di dekat jendela, bersyukur banyak bangku kosong, dan aku duduk di baris paling belakang di dekat jendela. Entah kemana aku akan pergi.

Sudah satu Minggu sejak Kailas meninggal karena bunuh diri, kurasa sudah cukup aku membuang waktu dengan mengurung diri sambil menangis tak berbuat apa-apa di kamar, Kailas bilang kita harus tetap hidup meski untuk hal-hal kecil, aku yakin pasti kalian bingung, sama, ia menyuruhku untuk terus bertahan, tetapi ia sendiri yang runtuh.

Aku selalu bingung harus berbuat apa setiap harinya, yang biasanya setiap pagi aku sudah bangun untuk menyambut Kailas yang sengaja datang ke rumah hanya untuk bermain, yang biasanya siang ini aku sudah berbagi banyak hal dengannya, yang biasanya malam hari aku dan Kailas berbagi cerita lucu, main game online, nonton film bersama, ah, sudahlah itu hanya cerita masa lalu.

Memang malam sebelumnya, ia mengirimi ku pesan singkat, dan sialnya aku sudah tidur karena kepalaku sangat sakit waktu itu, ia mengirimi pesan dengan tulisan,

“Kalau aku udah gak ada lagi di dunia ini, kamu harus tetap ada di dunia ini, ya.”

Kukira itu hanya prinsip murahan yang selalu ia layangkan kepadaku setiap harinya, sampai keesokan harinya adik Kailas yang sudah duduk di bangku SMA itu menelepon ku memakai nomornya, dan mengatakan bahwa Kailas telah meninggal karena bunuh diri, yang masih kukira itu juga sebuah mimpi bagiku.

Kalau aku udah gak ada lagi di dunia ini, kamu harus tetap ada di dunia ini, ya. Orang gila, bagaimana bisa aku berpikiran untuk tetap hidup setelah semua kejadian yang kamu perbuat kepadaku.

Jika saja ia memberitahuku bahwa ia sedang kesulitan, aku pasti akan membantunya sedikit, yah, namun, Kailas bukan orang yang terbuka lapang seperti itu, ia lebih memilih memendam semuanya meski aku harus jungkir balik memintanya bercerita.

Aku menatap foto Kailas dan aku saat sore hari di pantai yang menjadi wallpaper handphoneku sejak lama, benar kata orang, orang yang paling sedih pasti tersenyum paling cerah.

Aku sangat telat menyadarinya.

Kailas, tanpamu hidupku tak lagi sama. Banyak cerita yang ingin kusampaikan kepadamu tapi tak bisa, banyak air mata yang ingin ku tumpahkan bersamamu tapi kau tak ada, aku butuh bahumu.

Aku benar benar merindukanmu, tetapi sepertinya surga sangat beruntung karena sekarang ia memilikimu, di sana kau tidak perlu lagi bekerja sampai tak tidur demi menafkahi adik-adik mu, di sana kau tidak perlu lagi menangis karena masalah yang terus menimpamu, di sana, kau tenang.

Aku kehilangan orang yang bahkan tak ingin kuucapkan selamat tinggal, dan bagiku merindukanmu adalah hal tersulit yang harus kutangani setiap harinya, aku ingin kau kembali, tetapi aku tak ingin kau tersiksa lagi.

Persetan dengan orang yang mengatakan aku harus melupakanmu.

Rasanya sangat berat ketika aku harus ikhlas menerimamu pergi.

Setidaknya tuhan pernah menitipkan bahagia, atas hadirmu dalam kisahku.

Ah sudahlah, tak akan habis seharian penuh jika aku terus menyesal kehilanganmu.

Kailas, pada akhirnya batu nisan yang bertuliskan nama mu, kini di sebelah kiri mu ada batu nisan yang bertuliskan nama ku juga.

Maaf karena tidak memegang apa kata mu, karena aku tidak akan pernah membiarkan mu sendirian bahkan di alam sana, kita tetap berdampingan.